Majikan Yang Nggak Mau Rugi

Dengan berbagai alasan, seorang majikan yang kaya namun pelit menunda bayaran seorang kacung yang disewanya. Hal ini membuat kacung itu mendongkol. Karena ia harus tinggal lebih lama untuk mengerjakan banyak hal sementara gaji tak kunjung diterima. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya?
Ikutilah cerita berikut ini...

-----------------------------

“Apa? Gaji saya belum bisa diterima sekarang?” tanya kacung muda yang berpenampilan lecek itu dengan nada kecewa dan agak marah.
“Ya, karena kerjaan kamu nggak ada yang beres. Masa betulin pipa bocor aja ga becus. Bersihin halaman juga nggak beres. Nyuci mobil juga nggak bersih. Lalu buat apa saya harus bayar kamu?” kata pria setengah baya dengan setelan jas yang rapi itu dengan enteng.
“Tapi saya sudah melakukan yang terbaik Tuan. Kalo begini caranya kapan saya dapat bayaran?” tanya kacung itu penasaran. “Seharusnya saya sudah terima bayaran dan pergi dari sini kemaren. Tapi Tuan bilang saya harus bersihin halaman dan cuci mobil dulu baru dapet gaji. Hari ini Tuan janji akan bayar. Tapi sekarang Tuan berkata lain lagi.”
“Eh, kamu jangan kurang ajar ya! Pokoknya hari ini saya tidak mau bayar karena kerjaanmu nggak beres!” bentak majikannya. Membuat kacung itu akhirnya hanya bisa tertunduk meski dalam hati ia amat mendongkol. “Lalu apa yang mesti saya kerjakan hari ini, Tuan?” tanyanya.
“Hari ini kamu terusin bersihin halaman, setelah selesai kamu bersihin genteng dari kotoran-kotoran dan daun-daun rontok. Jadi kamu harus tinggal disini semalam lagi.”
“Baiklah akan saya kerjakan,” kata kacung itu pasrah, “Namun Tuan harus berjanji, besok Tuan akan memberikan bayaran saya. Apapun yang terjadi.”
“Hmm, ok baiklah,” kata majikan itu akhirnya. Karena sebenarnya ia telah untung, menggaji 3 hari tapi mempekerjakan selama 5 hari.
“Nah, sekarang ayo kamu mulai bekerja!” perintah majikannya sambil meninggalkannya.
Huh! Dasar pelit! Gerutu kacung berkulit coklat gelap itu dalam hati. Dengan hati mendongkol, mau tak mau ia harus melakukan pekerjaan yang diperintah majikannya itu sepanjang hari.

Saat itu hari telah larut malam. Suasana begitu sunyi sepi. Namun di halaman belakang rumah besar itu rupanya ada sesosok tubuh yang sedang berdiri seorang diri. Ia adalah Parmin, kacung yang pagi tadi rada bersitegang dengan majikannya. Apa yang sedang ia kerjakan disini sementara pemilik rumah itu dan para pembantu lainnya telah masuk ke kamar masing-masing? Rupanya ia tak bisa tidur karena hatinya masih mendongkol. Ia merasa majikannya itu sengaja mencari-cari alasan supaya ia bisa dipekerjakan lebih lama dengan gaji yang sama. Padahal orang kaya, rumahnya segede ini dan mobilnya bagus-bagus. Tapi masa duit sekian ratus ribu aja ditahan-tahan. Emang dasar pelit, gerutunya. Apapun yang terjadi, pokoknya besok aku harus menerima bayaranku dan secepatnya pergi dari sini! Tekadnya dalam hati dengan wajah geram.

Pada saat itu tiba-tiba perhatiannya terganggu oleh cahaya terang yang tiba-tiba terlihat menyala dari jendela yang letaknya agak di atas dinding tembok tak jauh dari tempat ia berdiri. Setelah itu terdengar suara pintu yang dibuka dan ditutup kembali dari dalam rumah itu. Ia menduga tentu salah satu anggota keluarga majikannya yang ada di dalam rumah mewah itu. Karena para pembantu termasuk dirinya tempatnya tentu di bagian belakang. Ia berjalan mendekati jendela itu sampai berdiri di bawahnya. Ia mendengar suara air dari kran wastafel. Ia jadi merasa penasaran. Dilihatnya jendela itu, tak seperti biasanya yang selalu tertutup tirai, kini begitu terang benderang memancarkan cahaya. Artinya saat itu tirainya terangkat ke atas. Dengan berjalan berjingkat-jingkat seperti maling, ia mengambil tangga yang tadi pagi digunakan untuk memanjat genteng itu dan kini ditaruh di dekat jendela itu. Lalu dengan tanpa suara ia menaiki tangga itu dan melihat ke dalam jendela itu.

Saat melihat ke dalam, jantungnya langsung berdebar-debar. Karena dilihatnya Wenny, anak gadis majikannya. Sejak hari pertama datang, ia langsung terpana oleh gadis berusia 18 tahun yang penampilannya begitu aduhai itu. Apalagi bagi kacung dari kampung seperti dirinya. Baru kali ini ia melihat cewek secantik ini secara langsung, yang level kecantikannya tak kalah dengan artis-artis Korea atau Mandarin yang biasa ditonton dari TV. Wajahnya yang cantik oriental dan kinyis-kinyis. Kulitnya yang begitu putih bening. Rambutnya yang sebahu disemir agak kecoklatan. Postur tubuhnya yang sekilas terlihat langsing namun detailnya bagaikan misteri besar bagi dirinya karena ia tak pernah punya kesempatan berlama-lama menatap gadis ini. Soalnya tentu gadis majikan anak orang kaya seperti dia sama sekali nggak level untuk berinteraksi dengan kacung level rendahan seperti dirinya. Selain pangkatnya sebagai kacung, juga kere, berpenampilan lecek, dan berwajah pas-pasan.

Kini matanya tak berkedip melihat ke dalam. Jarang-jarang ia dapat kesempatan emas seperti ini. Apalagi saat itu penampilan Wenny membuat ia jadi agak terangsang. Gadis itu memakai piyama tidur warna krem dari bahan yang lemas sehingga mengikuti alur lekuk tubuhnya. Terlihat bagian dadanya nampak menonjol. Sementara rambut panjangnya yang kini diikat membuat lehernya yang halus dan putih bersih terlihat jelas. Begitu muda, segar, cantik dan polos.

Tiba-tiba darahnya semakin menggelegak saat dilihatnya gadis itu memasukkan kedua tangannya ke dalam baju piyamanya dan berhenti di bagian dadanya. Dan... oohh, gadis itu melepaskan bra-nya! Kini ia melihat dua tonjolan yang bergerak-gerak di balik baju piyama gadis muda itu. Sementara gadis itu tak menyadari ada seorang pria yang sedang mengamatinya. Ia dengan cueknya membasuh wajahnya di depan wastafel sementara mata Parmin melotot menatap dada gadis itu terutama dua tonjolan kecil di piyamanya. Kini penis Parmin telah menegang kencang. Ia terus menatap sambil terpana memperhatikan kedua puting Wenny.

Tapi itu belum seberapa. Dengan tampang polos Wenny kini membuka kancing baju piyamanya satu persatu, membuat mata Parmin tak berkedip menatap keindahan lekukan belahan dada Wenny. Tak langgung-tanggung, gadis itu malah kemudian menanggalkan piyama itu dari tubuhnya. Kini tubuh Wenny yang putih mulus terbuka lebar di depan matanya! Kulitnya sungguh putih bersih bening dan terawat. Namun tentu perhatian Parmin tertuju ke sepasang gunung kembar putih gadis berwajah oriental itu. Ukurannya tak terlalu besar, namun bentuknya, hmm, sungguh indah aduhai dan masih begitu kencang. Dan di puncak dua gundukan daging putih bening itu nampak kedua putingnya berwarna agak kemerahan. Amboi, begitu segar dan enak dipandang mata disamping tentu saja... menggairahkan nafsu berahi laki-laki! Wajahnya begitu polos dan cantik nampak kalau ia adalah gadis baik-baik. Namun, dadanya telanjang! Dan semua ini terlihat begitu jelas oleh kedua mata Parmin, seorang kacung kelas bawah yang lecek namun malam itu kemujurannya tentu membuat iri semua teman cowok sekolah Wenny.

Dan pemandangan yang segar itu berlangsung agak lama. Wenny berjalan ke samping. Membuat Parmin kini melihat payudara gadis itu dari arah samping, setelah itu memunggunginya dimana punggungnya nampak sungguh putih mulus. Sungguh beruntung Parmin bisa menikmatinya dari berbagai sudut pandang. Seperti tak cukup acara “pertunjukan” itu, Wenny kini menanggalkan celana piyamanya. Dan, disusul dengan celana dalamnya! Kini gadis muda itu dalam keadaan bugil polos tanpa apa-apa lagi. Sementara ia tak sadar ada sepasang mata laki-laki yang sedang menatapnya dengan melotot. Sebaliknya, kini ia malah memberikan hadiah “grand prize” kepada laki-laki itu dengan membalikkan badannya. Tentu mata Parmin tak berkedip memandangi gadis muda yang sedang telanjang bulat itu, yang tak sadar kalau dirinya sedang diintip dari luar jendela. Kedua paha Wenny sungguh mulus menggairahkan. Namun yang paling menarik perhatian Parmin tentu sesuatu hitam di tengah-tengah, bulu-bulu vaginanya yang halus terawat.

Setelah itu Parmin menikmati pemandangan gadis itu menyiram tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran shower. Ini membuat Parmin semakin ngaceng karena posisi gadis itu makin dekat dengannya. Ia semakin bisa melihat jelas keindahan tubuh gadis muda dan cantik itu. Kedua putingnya yang segar kemerahan di puncak bukit putih yang basah-basah nampak lucu dan cute tapi menggairahkan sekali!

Parmin yang sedang duduk di tangga terus menatap pemandangan menakjubkan itu. Diri Wenny yang sebelumnya hanya bisa dilihat sekilas-sekilas, kini terpampang jelas segalanya, secara 360 derajat. Apa yang sebelumnya bagaikan misteri besar kehidupan yang rasanya sampai kiamat ia tak bakalan tahu, kini dapat ditatapnya sepuas hati. Kini sambil melihat ke dalam jendela, tangannya dimasukkan ke dalam celananya dan mulai menggosok-gosok. Tampangnya sungguh mupeng abis mengarah ke payudara Wenny. Setelah itu berpindah ke wajah cantik gadis oriental itu, lalu ke pahanya, ke bulu-bulu halus itu, dan ke bagian lain sesuai dengan kemauannya karena semuanya terbuka jelas di depan matanya. Parmin semakin kencang mengocok-ngocok penisnya. Bahkan ia telah membuka celananya supaya lebih enak. Kini penisnya berada di luar celananya. Ia terus mengocok penisnya, makin lama semakin kencang...

CROT, CROOTTTTT, CROOOTTTTZZZ...............
Air mani Parmin tumpah ruah membasahi tangga bahkan ada yang muncrat sampai ke kaca jendela. Namun ia terus mengocok penisnya menguras habis seluruh isinya sambil tak berkedip memandang Wenny. Sampai setelah tubuhnya lemas, barulah akhirnya ia turun ke bawah. Apalagi saat itu Wenny telah selesai dengan mandinya dan ia telah kembali ke kamar. Sehingga, tak ada yang bisa dilihat lagi malam itu. Namun, siapa tahu mungkin hari-hari berikutnya ada kesempatan baik seperti ini lagi.

Keesokan harinya, akhirnya majikannya memberikan uang gajinya. Namun kini malah Parmin yang menawarkan diri untuk tinggal beberapa hari lagi secara gratis, yang tentu saja langsung diiyakan oleh majikan yang pelit itu. Dalam hati, ia mentertawakan kebegoan kacung ini yang mau kerja gratisan. Nggak heran kalau nasibmu jadi kacung kelas bawah, demikian majikannya mentertawakan Parmin dalam hati.

Sebaliknya, Parmin sungguh puas hatinya saat majikannya sama sekali tak menaruh curiga. Kini ia bisa dengan leluasa menonton “pertunjukan striptease” Wenny. Gratisan pula. Untuk itu ia tak masalah tak terima bayaran. Lagipula gajinya juga nggak seberapa. Sementara, kapan lagi ada kacung yang bisa kesempatan nonton anak gadis majikannya telanjang bulat. Rasain kau, tuan majikan, batinnya dengan rasa puas. Gara-gara pelit uang ratusan ribu doang, tanpa sadar kau malah rugi besar. Kini aku yang ketiban hoki gede bisa melihat anak gadismu telanjang bulat tiap malam.

Sementara itu, tangga yang tak bersalah apa-apa itu jadi ketimpa sial juga karena kini jadi penuh bercak-bercak putih dan bau agak-agak aneh.