Carissa Puteri

Sebuah mobil menelusuri ramainya jalan raya ibu kota ketika hujan lebat. Di dalam mobil itu terlihat seorang gadis yang sedang nyetir sambil asyik mendengarkan hentakan musik. Gadis berwajah Indo itu tidak lain adalah Carissa Putri, artis cantik yang mempunyai bentuk tubuh yang bila dipandang membuat cowok-cowok menelan ludah. Nama Carissa mulai terkenal sejak ia membintangi film Ayat-ayat Cinta, popularitasnya makin meroket setelah membintangi sejumlah film lain, sinetron dan iklan serta menjadi ikon sebuah program pelangsing tubuh.

“Ihh…udah ujan…macet lagi…” gerutu Carissa dalam hati karena kesal jalanan macet terus sejak tadi, hal yang biasa di ibukota kalau jam-jam bubaran kerja seperti ini.

“Kalau begini terus, kapan nyampai rumah” Carissa terus menerus ngomel sendirian. Semakin lama Carissa semakin bete, sehingga musik yang tadinya tidak begitu keras sekarang volumenya ditambah hingga suara musiknya terdengar sampai keluar mobil.

“Akhirnya…yes!” Carissa berkata sambil menghela nafas panjang merasa lega karena sudah keluar dari kemacetan dengan cara mengambil jalan lain.
Ia terpaksa mengambil jalan alternatif meskipun rutenya lebih panjang dari pada jalan yang biasa ditempuh sehari-hari, namun setidaknya dapat menghindari macet dan lebih menghemat waktu bila di jalan biasa sedang macet seperti sekarang. Mobil yang dikendarainya sudah mulai masuk pinggiran ibukota, jalannya agak rusak berlubang dan sekitarnya juga sangat sepi, hanya terlihat ladang ditumbuhi pepohonan dan tanah-tanah kosong di sepanjang jalan, bahkan Carissa jarang bertemu dan berpapasan dengan kendaraan lain. Ternyata kondisi hari ini memang tidak berpihak kepadanya. Carissa yang tadi mengira bisa sampai di rumah dengan cepat, ternyata jauh di luar dugaannya, mobilnya tiba-tiba mengalami mati mesin.


“Lho…kenapa lagi ni mobil?” Carissa kebingungan sambil berusaha menghidupkan mobilnya yang ternyata tidak bisa hidup lagi.

“Ohh…my…god…not here” gerutu Carissa lebih kesal lagi dari pada kena macet tadi.

“Tadi macet…sekarang mobil mogok…sial…!!! Mana sepi banget lagi” Carissa terus menerus ngomel-ngomel sendiri.

Carissa pun akhirnya keluar dari mobil sambil melihat kanan kiri mencari orang yang bisa dimintai tolong, tetapi dia tidak menemukan siapa-siapa. Ia pun masuk kembali ke dalam mobilnya mencari handphone. Sekali lagi situasi hari ini memang tidak sedang berpihak padanya karena tiba-tiba handphone Carissa lowbat.


“Ohh…shitttt….!!!” dengan hati panas ia melemparkan HP itu ke jok sebelah
Carissa dilanda rasa kesal bercampur bingung harus bagaimana. Matahari sudah tidak nampak lagi, karena habis hujan ditambah hari sudah sore. Situasi ini tentu menambah kebingungan Carissa yang sedang takut kemalaman di situ. Ia membayangkan selesai syuting hari ini dirinya dapat santai berendam di bathtub bukannya terperangkap di jalan gara-gara mogok seperti ini. Kemudian dengan terpaksa artis cantik itu pun memberanikan diri berjalan kaki untuk mencari bantuan. Setelah sekian lama berjalan kaki, Carissa belum juga bertemu seseorang yang bisa dimintai pertolongan. Tapi tidak lama kemudian dari kejauhan Carissa melihat ada rumah kecil semacam pos ronda. Dengan perasaan lega Carissa berlari menuju rumah tersebut supaya cepat mendapat bantuan. Di tempat itu sendiri tiga pria sedang asyik bermain domino sambil ditemani rokok, kopi panas, dan alunan lagu dangdut dari radio. Mereka masing-masing adalah Baron, seorang kuli angkut di pelabuhan yang bertubuh kekar dan lengannya bertato; Parjo, seorang hansip kampung berbibir monyong dan bertubuh kurus tinggi; dan Wanto, pengangguran yang kerjanya tidak tetap, penampilannya paling lusuh dibanding kedua temannya, dengan kaos merah dari sebuah partai bekas kampanye dan sarung yang sudah belel, wajahnya mengingatkan pada si Ucup di Bajaj Bajuri.

“Ehh…Jo…Jo…liat tuh ada yang ke sini, wuih cewek cakep loh, wah bidadari turun dari langit ini sih namanya” kata Baron melihat seseorang mendekat ke tempat mereka ketika menunggu Parjo berpikir kartu mana yang akan ia keluarkan.


“Mana Ron??” Parjo yang tadi duduk santai segera menengok ke belakang dan berdiri memfokuskan pandangannya ke arah yang dimaksud temannya itu.

“Mana…mana???” Wanto ikut-ikutan dengan antusias melihat ke arah yang ditunjuk.

Ketiganya langsung terpana melihat gadis yang datang itu. Seampainya di pos tersebut, Carissa langsung menyapa memberi salam kepada mereka bertiga.

“Sore pak…!!” sapanya dengan nafas sedikit terengah-engah.

“Sore juga Non, ada yang bisa saya bantu?” Baron menawarkan bantuan kepada Carissa.

“Ee…gini pak, mobil saya mogok. Apa ada yang bisa memperbaiki mobil, atau mungkin punya HP untuk menghubungi orang, punya saya habis batere” Carissa menjelaskan keadaannya.


Ia merasa agak risih dengan pandangan mereka yang menelanjanginya, namun apa boleh buat, karena nampaknya tidak ada orang lain lagi selain mereka yang bisa dimintai tolong. Saat itu ia memakai kaos lengan pendek dengan rok berbahan jeans yang menggantung sepuluh centi di atas lutut sehingga memperlihatkan bentuk kakinya yang indah itu.


“Sebentar…bentar…Non ini kayanya saya pernah liat ya? Siapa ya? Artis ya?” Parjo bertanya sambil mengingat-ingat dan menatapi Carissa dari atas hingga bawah.


“Iya bener…kalo ga salah, ooohhh….Non yang main di Ayat-ayat Cinta kan!!??” Wanto berhasil mengingatnya dan setengah berteriak seperti menemukan emas di jalan.


“Nnggg…iya…iya bener” jawab Carissa tak bisa lagi menyembunyikan jati dirinya, memang inilah risiko seorang publik figure, kemana-mana selalu ada yang mengenalinya.


“Owalah…Non artis toh, pantes cantik gini…kok bisa sih nyasar sampe sini Non?” tanya Baron sambil senyum-senyum mengagumi kecantikan Carissa.


“Eeeemm itu…saya tadinya mau ambil jalan alternatif Pak, nggak taunya nyasar terus mogok lagi…tolong Pak saya harus cepet pulang, kalau ada hape saya bisa hubungin orang di rumah”


“Oo…ada Non, ada, untung saya bawa nih!” Baron memperlihatkan ponsel berkamera Nokia keluaran lama hasil beli second, “tapi Non…boleh dong kita minta foto bareng dulu pake ini?” pintanya dengan penuh harap.


Setelah berpikir sejenak, Carissa pun akhirnya mengiyakan saja, selain karena butuh bantuan mereka juga agar tidak memberi kesan artis yang sombong dan jual mahal. Baron, sang pemilik ponsel itu, meminta giliran pertama dipotret bersama Carissa, Wanto memotretnya beberapa kali. Carissa berusaha tersenyum walau terpaksa, sebenarnya ia merasa tidak nyaman karena pria bertampang penyamun ini selalu saja mendekatkan tubuhnya dan mendekap pundaknya dengan keras.


“Gantian dong Ron, gua juga mau nih!” Parjo tidak sabar menunggu gilirannya.


Baron pun akhirnya mempersilakan Parjo berpotret dengan Carissa.


“Hehhee…gitu dong, kapan lagi bisa potret bareng artis, yuk Non Carissa!” kata Parjo berdiri di samping Carissa dan berpose
Selanjutnya Wanto sampai gilirannya, dengan gayanya yang kampungan dia mulai berpose bersama Carissa dengan jari diacungkan ala slank atau metal, gayanya mirip orang-orang kampung yang biasa berpose kalau sedang diliput TV.


“Saya nonton loh filmnya Non dulu yang Ayat-ayat Cinta, terus Tarik Jabrix juga…ga nyangka sekarang ketemu orangnya!” katanya senang sambil matanya tak henti-hentinya menatap nanar artis cantik itu.
Carissa pun makin risih dibuatnya apalagi pemuda pengangguran ini makin berani, ia minta dipotret sambil tangannya melingkari pinggangnya yang ramping.


“Iyah…oke, udah ya, sekarang boleh saya pinjam hapenya buat hubungin orang dirumah Pak!” kata Carissa buru-buru melepaskan diri setelah foto terakhir dengan Wanto itu.


“Bentar Non satu lagi ya, satu terakhir nih, sekarang bareng saya sama mas ini tigaan, abis ini saya pinjemin deh!” kata Baron sambil mengajak Parjo potret bareng.


Dengan berat hati, Carissa pun kembali menyetujuinya, ia berharap ini adalah yang terakhir setelah itu ia bisa mendapat pinjaman HP untuk meminta tolong ke rumah. Baron tersenyum dan mengedipkan sebelah mata memberi isyarat pada Parjo yang ditanggapi dengan balas tersenyum licik. Mereka mengajak Carissa duduk di balkon pos ronda itu dan keduanya duduk mengapitnya.


“Ayo rapat dikit Non, biar hasilnya bagus fotonya” kata Baron, “siap To, yang bagus ya ngambilnya!” sahutnya pada Wanto.


Carissa tetap berusaha mengumbar senyumnya walau terlihat tegang, bagaimana tidak tegang dengan diapit erat kedua pria seperti mereka.


“Hei…jangan kurang ajar gitu dong Pak!” pekik Carissa ketika Baron meletakkan tangannya di atas pahanya yang terbuka, kontan ia menepis tangan Baron, tapi pria itu malah tertawa.


“Hehehe…jangan marah dong Non, kan biar keliatan mesra gitu loh, saya malah pengennya gini nih!” sahut Parjo menangkap dan meremas payudara kanan Carissa.


Artis berdarah Indo-Jerman itu pun langsung berdiri dan menyentak kakinya.


“Heh…kalian pikir saya ini cewek apaan, pegang-pegang sembarangan!” hardiknya berusaha menggertak mereka.


“Hueheheh…ayo dong Non Carissa, masa ke penggemar gitu, kita kan cuma pengen lebih deket aja!” Wanto yang memegang ponsel maju mendekap tubuh Carissa yang sedang memarahi kedua temannya dari belakang.


“Aahhh…lepasin…jangan!” Carissa meronta dan menyikut dada Wanto.


Pemuda itu terhuyung ke belakang memegangi dadanya. Carissa baru menyesali keputusannya turun dari mobil dan datang ke tempat ini yang sama dengan mengumpankan diri ke sarang serigala. Ia bergegas membalik badan bermaksud lari kembali ke mobilnya, namun kalah cepat dengan Baron yang terlebih dahulu menghalangi jalannya.


“Eit…mau ke mana Non? Kok dateng-dateng udah mau pergi marah-marah gitu, gak sopan ah!” goda Baron sambil tertawa cengengesan.


“Minggir kamu!” Carissa berlari ke arah samping pria itu berusaha menerobos penghalangnya, namun itu sebuah kesalahan karena pria itu dengan sigap menjulurkan kakinya sehingga membuat gadis itu jatuh tersandung.


“Aaakkh!” Carissa merintih kesakitan karena terjatuh, lututnya terasa sakit dan kulitnya lecet karena membentur tanah berbatu.


Melihat gadis itu tersungkur, Parjo dan Wanto ikut bergerak dan mengepungnya. Ketiga pasang mata mereka memandang nanar pada Carissa yang menggeser-geser tubuhnya mundur menjauhi mereka. Ia tidak sempat berpikir lagi dengan posisinya seperti itu sepasang paha mulus dan celana dalamnya terlihat oleh mereka yang tentunya semakin membakar nafsu.


“Jangan…lepasin saya…tolong…tolongg!!” Carissa menjerit histeris sambil terus beringsut mundur, rasa paniknya membuat tubuhnya gemetar sampai tidak sanggup berdiri dengan cepat.


“Hehehe…teriak aja Non, deket sini gak ada siapa-siapa lagi kok, ayo teriak!” ejek Baron.


“Nih saya bantu yah…tolong…tolong nih ada yang mau diperkosa hahaha!” Parjo ikut menimpali sambil ikut teriak.


Dengan sigap ketiga pria itu segera meringkus tubuh Carissa. Ia menjerit dan meronta dengan panik saat tubuhnya dibopong ke dalam pos ronda. Wanto yang mendekap Carissa dari belakang meremas-remas payudara gadis itu dari luar kaosnya.


“Toketnya empuk nih, gak sabar pengen ngesotin!” komentarnya.


“Tolong!! Too…emmmm….hhmmmm” Carissa tidak dapat meneruskan lagi kata-katanya karena Wanto buru-buru membekap mulutnya dengan tangan khawatir lama-lama ada orang yang mendengar jeritan gadis itu.

“Cepat masukin ke dalam sebelum ada yang liat” Baron menyuruh Wanto dan Parjo supaya memasukan membawa Carissa ke dalam pos.

“Lepppaas…..lepasskaaannn…..apa-apaan ini!!” Carissa meneruskan jeritannya di dalam pos jaga sambil terus meronta berusaha melepaskan diri.

Tapi apakah artinya tenaga Carissa dibandingkan dengan mereka yang bertubuh besar tegap dan sangar. Kemudian Parjo memegangi tangan Carissa dengan sangat keras sehingga membuatnya kesakitan. Carissa dibaringkan di ranjang tua tanpa kasur di sudut tempat itu. Sebentar saja kedua tangan dan kakinya telah diikat pada masing-masing sudut ranjang tersebut, sehingga membentuk huruf X. Jangankan melepaskan diri, untuk bergerak saja terasa susah karena mereka mengikatnya dengan kencang. Carissa hanya bisa menangis dan merenungi apa yang akan terjadi pada dirinya. Sebuah kenyataan buruk akan menimpa dirinya, ternyata hari ini akan menjadi hari terburuk bagi dirinya.

“Haah…..hahh…..haa…..ha…..” suara tawa ketiga pria tak bermoral yang akan memperkosa dirinya itu.

“Nggak nyangka hari ini kita bisa ngewein artis cantik!!” Baron bicara kepada teman-temannya dan ditanggapi dengan suara tawa mereka.
Carissa menangis sejadi-jadinya sambil mengiba minta dilepaskan.

“Ampun….lepasin saya…ampunn….”

“Berissiiiiiiikk lo!!” bentak Parjo.

“Tenang manis…!!! Sebentar lagi kita akan menerbangkan kamu ke langit ke tujuh” Baron menenangkan Carissa sambil mengelus-elus pipi Carissa.
Carissa bukannya tenang malah semakin takut dibuatnya.


“Tapi….kalau kamu macam-macam dan tidak mau menuruti kita. Kita tidak segan-segan akaan…..” Baron tidak meneruskan kata-katanya, ia mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya lalu mengeluarkan mata pisaunya dan menggesek-gesekan besi yang dingin itu ke wajah cantik Carissa.

“Mau tidaakkk……??!!!” Baron membentak Carissa hingga kaget.
Carissa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dengan cepat Baron menurunkan pisaunya ke dada Carissa dan memasukan mata pisaunya di antara dada Carissa, kemudian menariknya kebawah dengan cepat.

“Aaaaa!!!” Carissa menjerit karena kaget dan takut tubuhnya tergores.
Begitu membuka mata, Carissa melihat kaos dan bh-nya elah terkoyak oleh pisau tadi, sehingga payudaranya yang berukuran sedang tapi padat berisi terpampang dengan jelas. Semua mata yang melihatnya terpana sambil bersorak kemenangan. Baron yang sudah terangsang melihat payudara Carissa, langsung meremas-remas payudara kanannya dengan sangat keras, sehingga membuat Carissa kesakitan tapi hanya mampu merintih dan menggeliat-geliatkan tubuhnya yang masih terikat.

“Aaa….dduuuhhh…..” Carissa mengeluh kesakitan. Namun Baron bukannya malah seperti kesetanan meremas payudara Carissa.


Parjo dan Wanto yang dari tadi cuma melihat kini turut maju dan mulai menggerayangi tubuh Carissa. Si hansip memonyongkan bibirnya yang sudah monyong itu hingga makin maju melumat payudara kiri Carissa. Sedangkan Wanto mengelusi tubuhnya terutama bagian paha, tangan Wanto makin masuk ke dalam rok mini Carissa dan menyentuh selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Jari-jari nakalnya menusuk-nusuk bagian tengah vaginanya lalu menyusup masuk lewat pinggiran celana dalamnya.

“Eeenngghh…mmmmmhhhhh!!!” Carissa tanpa sadar mendesis pelan karena merasakan perasaan aneh yang mulai menguasai dirinya.


Carissa bertanya dalam hati tidak mengerti apa yang ia rasakan, jelas-jelas ia sedang diperkosa tapi tanpa dapat disangkalnya ada perasaan nikmat akibat rangsangan-rangasangan mereka.


Parjo terus menerus melumat dan menjilati puting Carissa. Lidah dan bibirnya terus menerus memainkan putingnya yang berwarna kecoklatan. Membuat Carissa mau tidak mau, terima tidak terima hanyut kedalam gairah birahi. Tubuh Carissa semakin menggeliat menikmati perlakuan para pria bejat yang memperkosanya. Kemudian Baron melepaskan ikatan pada kaki Carissa dan menaikkan rok jeans serta menarik lepas celana dalam pink yang dipakai gadis itu. Kini Carissa tinggal memakai kaos dan bra-nya yang sudah dirobek pisau tadi dan roknya yang telah tersingkap hingga pinggang, lekuk-lekuk tubuhnya yang putih dan mulus tanpa cacat sedikit pun sungguh menggiurkan dan mengundang selera. Tangan Baron yang kasar mengelus-elus vagina Carissa membuat artis cantik itu semakin menggeliat tak kuasa menahan gelombang kenikmatan yang semakin menggila dalam dirinya. Semakin lama vagina Carissa semakin becek, cairan kewanitaannya pun membanjir keluar.

“ohhh……aahhh……” Carissa mulai mendesah tertahan menikmati perlakuan ketiga pemerkosanya hingga kemudian tubuhnya mengejang dilanda orgasme, otot-ototnya berkontraksi dan kakinya menendang-nendang tak terkendali.

“aahhhh….ehmmmmm” Carissa mengerang dengan keras sambil mengeluarkan cairan kental bening dari vaginanya lalu tubuhnya lemas tak berdaya.

Kemudian Baron melumat bibir mungil Carissa dengan sangat nafsu, hingga membuatnya sulit bernafas. Carissa berusaha memalingkan mukanya untuk menghindari ciuman bibir si kuli pelabuhan itu hingga akhirnya ia tidak bisa menggerakan kepalanya karena Baron memegangi dagunya. Lalu Baron berusaha memasukan lidahnya ke dalam mulut Carissa. Lidahnya menari-nari di dalam mulut Carissa. Lama-lama Carissa tak kuasa menahan gairah dalam dirinya, sehingga membalas permainan lidah Baron. Sekarang lidah mereka saling mengait dan meraka saling menghisap lidah masing-masing. Parjo yang tadi bermain di payudara Carissa kini pindah ke selangkangannya. Parjo menempatkan kepalanya di selangkangan Carissa dan mulai menjilati vaginanya yang berbulu tipis dan tercukur rapi. Lidahnya menyapu-nyapu bibir vaginanya dan keluar masuk pada lubang vagina Carissa, ibu jarinya juga aktif memainkan klitorisnya.


Mendapat perlakuan seperti ini membuat Carissa semakin hilang kesadarannya. Sementara itu, Baron bangun dan melepaskan kaos dan celananya sendiri. Penisnya yang sudah tegang langsung keluar ngangguk-ngangguk. Carissa kaget melihat penis Baron yang begitu besar berurat.

“Eehh…buka mulutnya Non!!!”

“Ngggakk….tolong jangan, saya mohon!” Carissa menghiba dengan bercucuran air mata.

Tanpa berkata apa-apa Baron melayangkan tangannya menampar Carissa.

“Aauwww!!” jerit Carissa kesakitan.

“Jangan sok jual mahal lo, emangnya kalau artis napa hah? Bukannya lu juga pernah dipake sama produser, sutradara, para bos dan pejabat, ngaku aja!” bentaknya


“Nggak…saya bukan cewek kaya gitu…tolong ampuni saya!” tangisan Carissa semakin menjadi.


“Sekarang gini aja, lu mau sepong jalantol gua atau mau rekaman lu gua sebarin supaya karir lu hancur hah?” ancam Baron.


Carissa melihat ke samping ternyata Wanto sedang mengarahkan HP Baron ke arahnya sambil tangan satunya memijati payudaranya.


“Jangan…jangan disyuting!” jerit Carissa pada Wanto, tapi Baron segera menjenggut rambut panjangnya sehingga gadis itu merintih kesakitan lagi.


“Heh sekarang urusannya lu sama jalantol gua, mau ga, atau mau rekamannya bocor?” ancamnya lagi.

Kemudian Baron mendekatkan kepala penisnya ke bibir Carissa. Dengan perasaan jijik akhirnya Carissa menggenggam benda itu dan mulai menjulurkan lidah menjilati penis Baron. Benda itu terasa asin dan beraroma tidak sedap, namun Carissa mau tidak mau harus membiasakan diri di bawah intimidasi pria itu. Tak lama kemudian, Carissa merasakan ada sesuatu yang akan meledak sebentar lagi, yaitu orgasme karena permainan Parjo pada vaginanya yang begitu liar. Selangkangannya sudah sangat basah sehingga menimbulkan bunyi menyeruput tiap kali hansip itu menyedotnya.

“Emmmmm…..” desahan Carissa tertahan penis Baron di dalam mulutnya.
Kemudian disusul badannya mengejang-ngejang dan pahanya menjepit kepala Parjo di selangkangannya. Cairan yang keluar dari vagina Carissa langsung di hisap dan diminum dengan rakus oleh si hansip. Parjo yang sudah tidak tahan lagi lalu melepas semua pakaian yang ia kenakan hingga telanjang.


“Sssluupp…sssllrrpp…uenak…pejunya artis gurih!” ceracau Parjo sambil terus melahap vagina Carissa.


Di sisi lain, Baron juga sudah kelonjotan menikmati mulut Carissa. Hingga pada akhirnya

“ohhh……..enakkk…….banget….” Baron mendesah menikmati mulut Carissa.
Penis Baron langsung berkedut-kedut dan memuntahkan pejunya. Dan dengan terpaksa Carissa mau tidak mau harus menelan pejunya sampai habis hingga membuatnya sempat tersedak. Kemudian Baron menarik penisnya keluar dari mulut Carissa dan langsung beristirahat duduk di lantai. Parjo yang sudah telanjang duduk berlutut di antara kaki Carissa dan sambil memegang batang penisnya yang sudah tegang diarahkan ke vaginanya . Tubuh Carissa yang sudah lemas akibat orgasme tadi ditambah kedua tangannya yang masih terikat tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kemudian Parjo menggesek-gesekan kepala penisnya pada bibir kesemek Carissa, sehingga membuat Carissa menggelinjang kegelian. Lalu Parjo berusaha menekan penisnya masuk ke dalam vagina Carissa. Kepala penisnya akhirnya terbenam ke dalam vagina gadis blasteran itu. Penisnya senti demi senti mulai menerobos masuk membuat Carissa menringis kesakitan karena penis Parjo yang begitu besar. Tanpa merasa iba, Parjo lalu mendorong penis dengan sekali hentakan yang sangat keras.

“auww….sakk……..kitttt……..” Carissa meringis kesakitan sambil melelehkan air matanya.

Wanto semakin brutal meremas-remas payudara Carissa. Semua bagian tubuh Carissa tidak ada yang luput dari tangan-tangan mereka. Setiap bagian tubuh sensitif Carissa mendapat rangsangan demi rangsangan. Parjo semakin lama semakin cepat menggenjot penisnya pada kesemek Carissa. Sehingga mengantar Carissa menuju orgasmenya yang ketiga. Dan tidak lama setelah itu, Carissa menyusul mencapai orgasme dengan jeritan lirih.


“Ahhh……..ouuhhh……..akkhhh!!” tubuh Carissa melenting diiringi dengan desahan yang begitu hebat.


Otot-otot vaginanya meremas-remas penis Parjo hingga membuat pria kurus itu mendesah keenakan.

“Gilaa….enakkk….banget kesemeknya. Ahhh…sempit banget…kesemek artis emang emoy!”

Parjo sudah tidak tahan lagi dan menyempotkan pejunya di dalam vagina Carissa. Tanpa menung lama lagi, Wanto yang penisnya sedang dioral langsung menarik lepas penisnya dari mulut Carissa dan menggantikan posisi Parjo. Carissa sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tubuhnya begitu lemas tak berdaya. Dia hanya bisa pasrah dengan keadaan dirinya. Wanto yang lebih mengerti kondisi Carissa meminta ijin pada Baron untuk melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan gadis itu.


“Kasian Bang, ntar dia ga enjoy ngesotnya kalau diiket terus gini!” katanya pada Baron yang dibalas dengan anggukan kepala.


Wanto pun melepaskan ikatan tangan Carissa. Walaupun telah bebas dari ikatan, Carissa tidak yakin ia bisa melawan karena tubuhnya sudah pegal-pegal setelah digilir mereka. Ia hanya bisa pasrah ketika pemuda kampung itu melucuti seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya hingga telanjang bulat. Pemuda itu juga membuka kaos partai yang masih tersisa di tubuhnya hingga bugil lalu membalikkan tubuh Carissa hingga menelungkup dan mengangkat pantatnya hingga nungging. Dipeluknya tubuh Carissa dari belakang sambil mengarahkan penis ke vaginanya.


“Tenang Non…saya gak bakal kasar kok, saya penggemar Non mana tega main kasar” kata Wanto dekat telinga gadis itu


Carissa sedikit lega mendengar kata-kata Wanto setelah sebelumnya kedua orang tadi bermain dengan gaya kasar. Wanto mencium pundak Carissa dan perlahan-lahan melesakkan penisnya memasuki vagina artis itu. Karena vagina Carissa sudah sangat basah dan licin, penis itu cukup lancar memasukinya. Hanya dengan sekali hentakan, langsung tertelan semua.
Sementara tangan Wanto asyik meremas payudara Carissa, pinggulnya bergerak maju-mundur menggenjoti vaginanya. Walau agak terburu-buru, Wanto lebih halus menyetubuhinya sehingga Carissa pun lebih rileks menikmati arus permainan.


“ohhhhh……iyahh…eeengg….ahhh!!” seperempat jam kemudian Carissa mendesah menyambut ledakan orgasme pada dirinya.


Tubuhnya menyentak-nyentak bagai kesetrum listrik. Cairan vaginanya keluar membasahi penis Wanto yang sedang mengocok vaginanya.



“sssstt……..ahh….saya juga mau keluar Non!” Wanto mendesis merasakan remasan otot-otot vagina Carissa yang makin ketat ketika orgasme.
Pemuda kampung itu makin cepat memompa vagina Carissa hingga membuatnya orgasme untuk yang kesekian kali dan membuat Carissa multi orgasme. Carissa tak henti-hentinya meracau tak terkontrol. Tak lama kemudian Mamat mengejang dan menancapkan penisnya lebih dalam lagi dan menyemprotkan spermanya di dalam rahim Carissa. Carissa sudah tidak bisa berpikir apa-apa lagi, tubuhnya yang lemas ditambah kenikmatan orgasme membuatnya tak berdaya. Carissa hanya bisa menangis meratapi nasib buruk yang menimpanya. Baron yang sudah pulih tenaganya berdiri dan mengambil tempat untuk menggantikan posisi Wanto. Ia langsung memasukan penisnya yang telah mengeras kembali setelah orgasme ke dalam vagina Carissa.


“aghh……..ahhh….” Carissa mendesah tertahan merasakan penis Baron yang besar berurat mendesak memasuki vaginanya.


Pergesekan penis Baron dengan kesemeknya membuat Carissa mengerang. Penis Baron yang besar kembali memenuhi semua ruang dalam vaginanya membuat jiwa Carissa terbang entah kemana. Baron semakin cepat menggenjot Carissa, serta ditambah dengan tangan-tangan Parjo dan Wanto yang meremas dan memilin puting payudaranya. Carissa pun tidak dapat lagi gejolak orgasme untuk yang kembali menerpanya. Tubuhnya berkelonjotan menerima orgasme.


“ahhhh….auuhh….ohhh……..awww……..” erangan Carissa semakin menjadi-jadi. Tulang-tulang sendinya terasa mau lepas tak kuasa menahan orgasme. Cairan putih kental pun akhirnya keluar membasahi penis Baron. Kemudian Parjo menjenggut rambut panjang Carisa dan menjejali mulut gadis itu dengan penisnya. Baron terus menerus menggenjot Carissa tanpa henti. Membuat Carissa semakin kewalahan menerima serangan kenikmatan. Penis Baron makin berkedut-kedut di dalam vaginanya. Baron kemudian dengan cepat menarik penisnya keluar dan menyemprotkan spermanya di perut Carissa, sebagian sampai mengenai dada karena begitu kuatnya semprotan sperma Baron. Parjo segera mengambil alih posisi Baron, ia duduk dengan menyandarkan punggung ke tembok lalu dinaikkannya tubuh Carissa ke pangkuannya dengan posisi memunggungi.


“Masukin jalantol saya Non!” perintahnya.


Carissa menuruti perintah si hansip tanpa harus disuruh lagi, tangannya meraih penis itu, dan satu tangannya menguak bibir vaginanya sendiri. Perlahan-lahan ia menurunkan tubuhnya hingga penis itu makin terbenam di dalam vaginanya.


“Aaaahhh…uuuhh!!” erangannya mengiringi proses penetrasi itu.
Tak lama kemudian, Carissa pun sudah bergoyang naik turun di pangkuan pria kurus itu. Parjo menyusupkan kepalanya di antara lengan Carissa dan menjilati ketiaknya yang licin tak berbulu. Jilatan itu memberikan sensasi geli bagi gadis itu sehingga birahinya makin terpacu.


“Hhmmm..ssllrppp…wangi, pantes main iklan Rexona, keteknya aja mantep gini!” ceracau Parjo


Wanto kembali maju walaupun penisnya belum bangkit lagi, ia mengenyoti payudara Carissa seperti bayi yang menyusu pada ibunya. Rupanya sepasang gunung yang bergoncang-goncang itu membuat Wanto sangat tergiur dan tidak rela menyia-nyiakannya. Baron juga naik ke dipan berdiri di samping mereka, diraihnya tangan Carissa dan digenggamkan pada penisnya yang setengah bangkit. Malam itu mereka mengeroyok Carissa sampai puas dan sperma terkuras. Setelah itu mereka membiarkan Carissa berbaring beristirahat sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena telah orgasme berkali-kali. Tubuhnya telah berlumuran peluh dan sperma, matanya sembab karena menangis lama.


“Wuih puas dah, Jo gua balik dulu ke kampung, sapa tau masih kebagian nonton konser idola gua, sip deh abis ngesot nonton konser dangdut!” sahut Baron mulai berpakaian.


“Gua disini dulu deh, masih belum puas nih hehehe” kata Parjo.


Baron pun meninggalkan kedua temannya di pos ronda bersama Carissa. Tak lama kemudian mereka berdua kembali menyetubuhi Carissa hingga akhirnya gadis itu tak sadarkan diri karena staminanya sudah benar-benar habis.

Ketika sadar Carissa sudah berada di sebuah kamar yang cukup luas. Matanya menerawang berusaha mengingat apa yang telah menimpa dirinya. Carissa merasakan badannya sakit semua, terutama pada selangkangannya. Tubuhnya yang masih telanjang hanya tertutup selimut biru hingga dada ke atas


“Sudah bangun?” sebuah suara berat membuatnya menengok ke samping, dilihatnya sesosok pria setengah baya bangkit dari kursi, rupanya ia sejak tadi sedang menungguinya di situ.


Pria itu mendekatinya seraya mengambil segelas air dari meja di samping ranjang. Carissa sepertinya tidak asing lagi dengan pria itu, di tengah rasa lelah dan shocknya ia mencoba mengingatnya, bercambang, rambutnya keriting dan terlihat dadanya yang berbulu di balik kemejanya yang terbuka dua kancing atasnya.


“Aahh…Bang Ha…!” sahutnya dengan lemah.


“Hussshh…huuss…jangan bicara, minum dulu ini!” pria itu menaikkan punggung Carissa hingga sedikit terangkat dan menyodorkan gelas itu ke bibirnya


Carissa meneguk air dalam gelas sambil memegangi selimut yang menutup tubuhnya agar tidak melorot. Terasa agak segar setelah air itu diteguknya habis.


“Mereka itu orang kampung penggemar saya, tapi kalau sudah gini benar-benar ter….la…lu” pria itu melanjutkan dengan gaya bicaranya yang khas diberat-beratkan itu, “ter…la…lu…masa saya nggak dikasih giliran pertama?”

hei...hei...siapa dia?



Kalimat terakhir itu membuat Carissa kembali merasa seperti disambar petir, apalagi tak sampai dua menit terasa ada sebuah gelombang panas menerpa tubuhnya, vaginanya terasa basah berdenyut-denyut dan putingnya mengeras, darahnya berdesir cepat, birahi itu datang tanpa dapat dibendungnya. Rupanya minuman tadi bukan sekedar air putih biasa tapi juga telah dicampur obat perangsang oleh pria ini.


“Ayo Dik Carissa, udah kerasa kan pengaruh obatnya, sekarang main sama abang…kita bakal ngesot sampe begadang hak…hak..hak!” sahut pria itu sambil tersenyum mesum menjijikan, senyum yang tidak akan muncul di depan publik karena citranya sebagai seorang yang religius dan kharismatik itu.


Selimut yang menutup tubuh Carissa ditariknya sehingga tubuh telanjang artis cantik itu kembali terekspos. Kemudian dengan cepat pria itu membuka resleting celananya dan mengeluarkan penisnya yang telah mengacung tegak dan pangkalnya dipenuhi bulu-bulu yang bersambung dari dadanya.


“Oohh…tidak…jangan Bang!” Carissa mengiba pada pria itu yang dengan bernafsu mendekap tubuh telanjangnya.


“Huehehe…yang seger gini baru bikin ketagihan kaya Mira Santika hak…hak…hak!!” pria itu tertawa penuh kemenangan ala seorang penulis senior di KBB lalu melumat payudara Carissa.


Erangan Carissa memenuhi kamar itu, penderitaannya belumlah berakhir, setelah diperkosa orang-orang kampung itu tadi, ia kini masih harus melayani nafsu si gorila bejat ini.